Nyemplung di Industri Penulisan

Cimahi, PenulisPro.id | Industri penulisan? Memangnya ada? Sejak dulu juga sudah ada di Indonesia hanya tidak terlalu terlihat di permukaan. Penulisan jasa, demikian saya mengistilahkan telah dilakoni banyak orang di Indonesia. Nyemplung ke industri ini seperti mengikuti jalan ninjaku yang berliku.

Authorpreneur dan Writerpreneur

Salah satu pertanyaan yang kerap muncul ketika seseorang meniti jalan authorpreneur adalah “Berapa seharusnya saya dibayar?” Jalan yang ditempuh authopreneur adalah jalan profesional. Salah satu ciri profesional, yakni berbayar.

Sebelum sampai pembahasan agak detail, mungkin Anda bertanya apa bedanya authorpreneur dan writerpreneur? Sebenarnya sama untuk menyebut pengarang/penulis berjiwa pengusaha. Namun, dalam bahasa Inggris istilah author dan writer berbeda. Author lebih merujuk pada gagasan berasal dari kata Latin auctor yang bermakna master, suhu, atau empu (ibarat core of the core). Author adalah pemilik gagasan yang utama.

Adapun writer merujuk pada keterampilan teknis menulis. Seorang writer belum tentu sebagai pemilik gagasan. Mereka boleh saja menuliskan gagasan orang lain. Karena itu, terdapat posisi co-writer dan ghost writer.

Dalam bahasa Indonesia kita tidak mengenal dikotomi istilah seperti ini, antara pengarang dan penulis. Keduanya sama saja meskipun pengarang terkadang lebih banyak digunakan pada karya kreatif (karya sastra).

Tulisan ini menggunakan istilah authorpreneur untuk meluaskan pandangan kita menulis sebagai bisnis. Seorang praktisi TI, Guy Kawasaki menggunakan istilah APE (author-publisher-entrepreneur). Ia menulis buku bertajuk APE: How to Publish a Book. Ia membagikan pengalamannya menerbitkan buku sendiri, terutama di sektor buku elektronik. Teori Guy sederhana saja bahwa ketika seseorang mampu memainkan peran sebagai penulis, penerbit, dan pengusaha sekaligus maka potensi keuntungannya akan lebih banyak daripada ia menerbitkan buku di penerbit tradisional.

Guy Kawasaki yang menulis berdua dengan Shawn Welch menyebut penerbitan seperti ini sebagai penerbit artisanal—kata ‘artisan’ merujuk pada orang yang mampu membuat kerajinan tangan. Menulis dan menerbitkan buku dianggap sebagai pekerjaan seni.

Karakteristik Authorpreneur

Authorpreneur adalah mereka yang terpanggil memasuki jalan menulis menjadi bisnis. Tidak peduli apakah mereka pemula atau sudah pernah bekerja sebagai karyawan, panggilan jiwa pengusaha dapat saja mereka tekuni. Tentu syarat terampil di bidang penulisan harus ditekuni dan selanjutnya menguasai bisnis. Tiga hal utama yang biasa dikuasai untuk memulai bisnis adalah produk, pemasaran, dan keuangan.

Ada banyak pilihan sebagai authorpreneur. Setidaknya ditunjukkan pada tabel berikut ini.

Tabel  Pilihan sebagai Authorpreneur

Penulis Lepas Penulis jasa yang bekerja untuk individu atau lembaga. Ia melakoni diri sebagai writer, co-writer, ghost writer, atau publisis.
Editor Lepas Editor jasa yang bekerja untuk individu atau lembaga. Ia bekerja berdasarkan order dari klien.
Agen Penerbitan/Agen Sastra Penyedia jasa menyalurkan naskah ke berbagai penerbit atau menjualkan hak cipta terjemahan kepada penerbit asing.
Penerbit Mandiri/Penerbit Indie Penulis yang menerbitkan bukunya sendiri dan mengelola bisnis penerbitannya sendiri.
Jasa Penerbitan Penulis yang menyediakan jasa penerbitan terpadu: penulisan, pengeditan, pengilustrasian, pendesainan, dan penerbitan. Ia bekerja berdasarkan pesanan.
Perajin Buku Penulis yang menyediakan buku dalam bentuk dumi siap cetak lalu menawarkan ke penerbit lokal atau penerbit asing.
Pengembang Buku Elektronik Penulis yang menyediakan jasa konversi buku cetak menjadi buku elektronik dengan menambahkan fitur-fitur tertentu.

Pertanyaan Penting Authorpreneur

Berapa saya harus dibayar? Ini pertanyaan yang sering diajukan sebagaimana ditulis oleh C. Hope Clark (2021) dalam artikelnya “How Much Should I Charge?“. Menetapkan tarif terlalu tinggi, klien akan lari. Menetapkan tarif terlalu rendah, bukan hanya membahayakan mata pencaharian mereka, melainkan juga reputasi mereka.

Saya melakukannya dengan cara mengukur pada tiga hal, (1) waktu yang saya gunakan untuk menulis; (2) tingkat kesulitan tulisan; dan (3) biaya lain yang diperlukan. Biaya lain yang diperlukan, seperti biaya riset, termasuk jika harus membeli buku referensi. Saya menetapkan harga tulisan per halaman atau per proyek setelah menimbang ketiga hal tersebut.

Kita di Indonesia tidak mengalami seperti negara yang telah lebih maju industri penulisannya. Di Amerika telah ada rujukan bertajuk Writer’s Market yang diterbitkan setiap tahun. Buku itu membagi tarif penulisan dengan tiga pendekatan: (1) per jam; (2) per proyek; dan (3) lain-lain (per kata). Tarif juga dibagi menjadi tiga, yaitu terendah, tertinggi, dan rata-rata.

Tarif jasa penerbitan buku (Writer’s Market, 2021)

Sebagai contoh tarif ghostwriting (penulisan bayangan) terendah adalah $19 (Rp2.964 juta) dan tertinggi adalah $500 (7,8 juta) per jam. Tarif per proyek terendah adalah $2.500 (Rp39 juta) dan tertinggi $160.000 (Rp2,496 M). Tarif terendah mungkin masih relevan di Indonesia untuk penulisan bayangan buku. Namun, tarif tertinggi tampaknya hanya penulis tertentu yang sudah dapat mencapainya. Tarif rata-rata adalah $21.960 (Rp342.576.000)!

Industri penulisan di Indonesia sejatinya sudah ada, namun peta jalannya hanya diketahui oleh individu-individu yang melakoninya. Beberapa waktu lalu saya terlibat rapat di Pusat Perbukuan untuk membahas tarif standar editorial. Salah satu acuan yang saya ajukan adalah Writer’s Market. Pusat Perbukuan dapat menggunakan acuan tarif terendah.

***

Itu sekilas bahasan tentang industri penulisan. Jika penulisan dan penyuntingan dimasukkan ke dalam KBLI tahun 2020, itu menandakan bahwa aktivitas penulis dan pekerja sastra dipandang sebagai profesi di dalam industri. Jadi, berapa seharusnya Anda dibayar?

Tinggalkan komentar

Chat dengan CS
Salam untuk pengunjung website PENPRIN,
Kalau ada yang ingin ditanyakan langsung, silahkan chat via WhatsApp