Mengapa Dosen Harus Menulis Monografi?

Cimahi, Penulispro.id | Dosen menulis artikel ilmiah atau buku ajar/buku teks, itu biasa. Akan tetapi, dosen menulis sebuah monografi itu baru luar biasa. Monografi diganjar dengan nilai angka kredit 20, sama halnya dengan buku ajar. Kelebihannya, monografi pasti didahului oleh sebuah riset, tetapi buku ajar belum tentu memuat sebuah hasil riset yang lengkap dan mendalam.

Hal itu yang membuat monografi berkedudukan istimewa sebagai buku ilmiah. Monografi memang tidak identik dengan buku ajar, tetapi dapat dijadikan bahan ajar. Ia merupakan publikasi hasil penelitian dan pengembangan atas suatu masalah yang memang menarik untuk diteliti.

Istilah monografi dipungut dari bahasa Latin, yaitu mono berarti tunggal atau satu dan graphoberarti tulisan. Meskipun bermakna tunggal, monografi dapat ditulis dan disusun secara kolaboratif oleh beberapa orang.

Awalnya, monografi merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut ‘buku’ sebagai salah satu karya ilmiah. Kemudian, buku berkembang pesat dengan berbagai jenis dan genre. Walaupun demikian, istilah ‘monografi’ tetap digunakan, di antaranya dalam bentuk monografi riset, monografi biologi (yang berisikan tentang takson), dan monografi seniman (berisi karya, legasi, dan riwayat seorang seniman).

Di artikel ini yang dibicarakan khusus soal monografi riset. Sesuai dengan namanya, monografi riset mengangkat suatu topik penelitian yang ceruk dan terbatas dalam suatu bidang keilmuan. Jika seorang akademisi menulis monografi secara baik dan benar, ia pantas dijuluki sebagai pakar, apalagi jika monografi itu kemudian banyak dirujuk.

Sayangnya, pengertian monografi riset sering kali rancu dan tak dapat dibedakan dengan buku ilmiah lainnya, seperti buku ajar dan buku referensi. Pedoman Operasional Pengajuan Angka Kredit dan Kenaikan Pangkat (POPAK) tahun 2019 yang dikeluarkan Dikti  justru menitipkan kebingungan karena terdapat nuansa pada definisi monografi dan buku referensi alias beda-beda tipis.

Karena itu, saya pun mendalami khusus soal monografi riset itu lalu membukukannya. Buku yang awalnya saya tulis tahun 2022 itu kini menjadi calon terpilih Program Akuisisi Pengetahuan Lokal BRIN 2024 sebagai buku panduan. Maksud saya menulis buku ini sejatinya agar tidak ada keraguan lagi dalam menulis monografi.

Saya berani menjamin belum ada panduan selengkap ini soal menulis monografi riset. Jika pun ada, panduan itu belum benar-benar menjernihkan persoalan kerancuan monografi dibandingkan buku ilmiah lainnya.

Inilah Alasan Mengapa Dosen Perlu Menulis Monografi

Ada tiga alasan saja yang saya sampaikan di sini mengapa dosen perlu menulis monografi.

  1. Monografi akan mengukuhkan kedudukan seorang dosen sebagai pakar di bidangnya dengan menunjukkan suatu hasil penelitian dan pengembangan berdasarkan kesenjangan yang dilihatnya dalam suatu masalah.
  2. Monografi membantu para periset selanjutnya, terutama mahasiswa. Ia ibarat sebuah jalan setapak bagi penelitian lanjutan.
  3. Monografi memberi peluang munculnya publikasi ilmiah yang lengkap dan mendalam meskipun secara topik sangat ceruk dan terbatas sehingga ia hanya menarik dibaca oleh kalangan akademisi atau periset. Artinya, Anda memberi sumbangan bagi khazanah keilmuan yang sangat spesifik.

Soal itu lebih jelas dan lebih lengkap lagi saya ungkapkan di dalam buku Pelik-Pelik Monografi. Buku yang “masih hangat” ini telah mengalami revisi dari segi materi. Anda dapat memperoleh versi edisi revisi di Tokopenprin. Secara khusus, Pelik-Pelik Monografi dikatapengantari oleh N. Syamsuddin Haesy (Bang Semch) dari Akademi Jakarta dan Prof. Kundharu Saddhono dari UNS. Sentuhan penyuntingan bahasa dari Holy Adib membantu buku ini tampil lebih taat asas pada kaidah bahasa Indonesia.

Selamat membaca jika Anda sudah memilikinya. Salam insaf!

 

 

 

2 pemikiran pada “Mengapa Dosen Harus Menulis Monografi?”

Tinggalkan komentar

Chat dengan CS
Salam untuk pengunjung website PENPRIN,
Kalau ada yang ingin ditanyakan langsung, silahkan chat via WhatsApp