ToT Penulis Buku Nonfiksi: Jalan Kami Melahirkan Para Tutor Menulis Buku

Cimahi, Penulispro.id | Ada yang bilang penulis itu diciptakan, bukan dilahirkan. Namun, meskipun minim, memang ada manusia-manusia yang lahir dengan bakat kecerdasan linguistik. Mereka sudah menulis pada usia sangat belia dan mampu berkomunikasi dengan baik meskipun masih balita.

Bahkan, ada anak-anak sudah mampu menulis karya kompleks seperti buku meskipun mungkin terdapat campur tangan orang dewasa. Asalkan tidak digegas, anak-anak dengan bakat kecerdasan linguistik di atas rata-rata dapat menunjukkan kemampuan menulis yang mencengangkan. Namun, di balik itu ada latar belakang aktivitas membaca yang intens sebelum mereka menulis dengan baik.

Kebanyakan orang faktanya tidak menjadi penulis karena bakat sejak lahir, tetapi bakat karena pelatihan yang berulang-ulang. Mengutip pendapat dari Daniel Coyle dalam bukunya The Talent Code bahwa bakat sejatinya adalah keterampilan yang diulang-ulang. Ketertarikan seseorang yang dapat kita sebut sebagai renjana (passion) merupakan pemicu ia memperoleh bakat menulis.

Pada kenyataannya kini semakin banyak penulis yang lahir, apalagi setelah internet merajalela. Mereka lahir dari “rahim” autodidak alias belajar sendiri, tetapi juga banyak yang lahir dari “rahim” pendidikan formal dan nonformal. Mereka awalnya ada yang dilatih oleh mentor, tutor/instruktur, guru, dan dosen. Lalu, mereka belajar lebih banyak lagi dari melakukan sendiri.

Saya sendiri bukan seorang yang memperoleh bakat menulis sejak lahir atau sejak kecil. Saya tidak terlalu terampil menulis pada masa kecil dan masa remaja, kecuali terpengaruh dengan tulisan-tulisan di majalah HAI pada masa itu (1980-an). Saya mulai mengasah keterampilan menulis melalui korespondensi (sahabat pena). Saya benar-benar melakukan teknik copy the master dari tulisan-tulisan Hilman Hariwijaya.

Renjana muncul ketika saya mengikuti pendidikan formal di Subprodi D-3 Editing, di Universitas Padjadjaran. Saya benar-benar dikepung oleh mata kuliah tulis-menulis.

Ukuran menulis pada masa saya kuliah ialah mampu lolos di koran, tabloid, atau majalah. Maka dari itu, saya memulainya dari koran/tabloid lokal. Tiga tahun menulis, tiga tahun pula karya saya tidak pernah diterima alias sukses ditolak.

Tulisan perdana saya akhirnya muncul di tabloid lokal Hikmah (Grup Pikiran Rakyat) di Jawa Barat menjelang saya lulus dari pendidkan D-3 tahun 1994. Berturut kemudian tulisan saya muncul di tabloid Mitra Desa, koran Pikiran Rakyat, koran Galamedia, dan Republika.

Ibarat orang lagi kasmaran maka pemuatan tulisan saya di media massa itu. menjadi momentum untuk menulis apa pun, di mana pun, dan kapan pun. Saya benar-benar keranjingan menulis. Sampai-sampai pernah rutin menulis tentang politik di koran lokal bernama Suara Publik. Saya juga menulis cerita anak yang pernah lolos di tabloid Hoplaa.

Begitu pun dengan sayembara dan lomba menulis pernah saya ikuti. Salah satu yang paling berkesan ketika mendapat predikat juara I penulisan artikel dalam rangka 50 Tahun Ikapi. Artikel saya berjudul “Malas Membaca” yang dipublikasikan di Galamedia menjadi artikel terbaik versi juri. Salah satu juri yang saya ingat adalah Hermawan Sulistyo.

Kali lain, saya menjadi juara I dalam Lomba Penulisan Cerita Keagamaan untuk tingkat SD yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama. Buku saya Pesta Sayuran mendapat pujian dari salah satu juri, Titie Said. Tentu momentum ini mengukuhkan saya sebagai penulis buku cerita anak.

Rekam jejak ini ditambah dengan berbagai buku yang saya tulis sejak tahun 1994. Sudah tiga ratusan judul buku yang saya tulis sepanjang karier saya yang terhitung sudah 30 tahun.

Menjadi Pelatih Penulis

Tidak terbetik di pikiran saya untuk melatih para penulis. Namun, bekal pendidikan formal dan nonformal, termasuk informal yang saya ikuti memang memadai. Saya mulai berbagi atau mengajar karena diminta menjadi asisten dosen di almamater saya di Unpad. Lalu, meningkat menjadi dosen luar biasa di Subprodi D-3 Editing, Unpad. Saya mengampu beberapa mata kuliah.

Tahun 2000 saya mulai terlibat aktif dalam kegiatan mengajar dan melatih. Di penerbit tempat saya bekerja, Grafindo Media Pratama, saya rutin memberi materi pelatihan untuk para editor dan sekali-sekali hadir melatih para guru. Terus terang dari kegiatan ini saya makin banyak belajar dan tentu saja menggali materi penulisan.

Formula menulis berbasis proses yang kemudian saya terapkan berawal dari proses mencari ini. Bacaan memang harus diluaskan, tidak hanya karya berbahasa Indonesia, tetapi juga karya-karya berbahasa Inggris. Saya juga belajar dari buku-buku legendaris, seperti Komposisi karya Gorys Keraf dan buku Terampil Mengarang karya The Liang Gie. Saya juga belajar dari buku-buku Pak Jus Badudu soal bahasa tulis.

ToT Penulis Buku Nonfiksi

Saya telah berbagi tentang menulis entah sudah berapa kali dan untuk ribuan orang di Indonesia. Saya mengambil jalur generalis menulis sehinggga apa pun tulisannya, saya secara umum dapat melatihkannya. Karena itu, dalam pemosisian (positioning), saya dapat berada di ranah mana pun. Semua penulis dapat melakukan hal ini. Namun, tidak salah juga jika seorang penulis memilih jalur spesialis.

Sampai kemudian saya dan Institut Penprin memaklumkan penyelenggaraan Training of Trainer (pelatihan untuk pelatih) Penulis Buku Nonfiksi. Dahulu saya tidak pernah mendapatkan pelatihan seperti ini. Andaikata dulu sudah ada, pastilah saya akan mengikutinya. Namun, saya rajin membaca buku-buku tentang penulisan, termasuk yang ditulis oleh kawan dan kolega saya di bidang penulisan.

Saya mempelajari bagaimana keterampilan menulis ini dapat diajarkan, termasuk kepada anak-anak. Sampailah saya pada satu kesimpulan bahwa menulis itu keterampilan hidup (life skill). Ia bukan sekadar hendak menciptakan seseorang menjadi penulis, tetapi membantu seseorang meraih karier dan pekerjaannya dengan menulis.

Pernah saya berseloroh bahwa orang yang terampil menulis, hidupnya tidak akan tenang. Maksudnya, ia mudah sekali ditandai oleh lingkungannya, termasuk dalam lingkungan pekerjaan. Dengan fenomena rendahnya kemampuan menulis pada dominan masyarakat kita maka seseorang yang terampil menulis akan menjadi tumpuan pekerjaan menulis.

T0T Penulis Buku Nonfiksi yang digelar oleh Institut Penulis Pro Indonesia beberapa hari setelah pemilu (16–17 Februari 2024) ini menjadi penting. Kami membatasi peserta hanya 16 orang agar lebih intens dan menyelenggarakannya secara tatap muka langsung (onsite). Paling tidak kami berharap dapat melahirkan pelatih penulis buku yang mumpuni atau guru/dosen yang memahami hakikat menulis.

Jika Anda ingin mengikutinya, ToT ini diselenggarakan di Bandung, di Hotel Sariater Kamboti. Silakan mengakses tautan berikut ini: ToT Penulis Buku Nonfiksi.

Inilah jalan saya dan Institut Penprin untuk melahirkan para guru, dosen, tutor, instruktur, dan mentor-mentor menulis yang kelak dapat mengembangkan formula untuk melatihkan menulis kepada siapa pun.

 

Tinggalkan komentar

Chat dengan CS
Salam untuk pengunjung website PENPRIN,
Kalau ada yang ingin ditanyakan langsung, silahkan chat via WhatsApp