Depok, PenulisPro.id | Beberapa bulan lalu saya dihubungi oleh Prof. Harry B. Santoso, dosen Fasilkom UI. Ternyata beliau tertarik dengan apa yang pernah saya paparkan tentang swasunting (self editing). Intinya kemahiran swasunting ini dirasa penting untuk ditanamkan kepada para mahasiswa, terutama mahasiswa pascasarjana.
Bukan rahasia lagi jamak mahasiswa yang kurang becus menulis karya tulis ilmiah, lebih khusus tugas akhir yang semestinya menjadi adikarya. Perkara ini sering membuat pening para dosen. Karya tulis yang tidak disunting menyebabkan dosen (sering kali dosen pembimbing tugas akhir) mendapat pekerjaan tambahan sebagai editor.
Institut Penulis Pro Indonesia pun diundang oleh Fasilkom UI pada tanggal 30 September dan 1 Oktober 2023. Sekira 30 orang peserta hadir secara tatap muka dan puluhan lainnya ada di ruang Zoom. Saya membawakan khusus materi swasunting dengan berfokus pada materi berikut:
- penyuntingan bahasa;
- penyuntingan legalitas dan norma;
- penyuntingan data dan fakta; serta
- penyuntingan konsistensi (penerapan gaya selingkung).
Saya kira kegiatan di Fasilkom UI ini menjadi kegiatan perdana yang mengangkat secara khusus topik swasunting karya tulis ilmiah untuk para mahasiswa. Jika pun pernah diselenggarakan sebelumnya, kegiatan di Fasilkom UI merupakan terobosan baru pada masa kini di tengah lebih maraknya pelatihan/lokakarya penulisan dibandingkan penyuntingan naskah. Editologi memang sering kalah pamor dibandingkan penulisan KTI.
Apa itu swasunting?
Swasunting adalah aktivitas penyuntingan mandiri yang dilakukan oleh penulis setelah naskahnya rampung. Aktivitas ini penting untuk menemukan kelemahan dan kesalahan pada naskah lalu mengatasi kelemahan tersebut dan memperbaiki kesalahan sejak awal. Karena itu, para penulis juga perlu dibekali kemampuan menyunting, terutama penyuntingan bahasa.
Aktivitas swasunting memang kurang membudaya dalam praktik penulisan di Indonesia. Jamak penulis terbiasa menulis sekali jadi lalu langsung dikirimkan ke media. Itu mengapa para penulis sering menghadapi penolakan karena melakukan kesalahan-kesalahan mendasar yang tentu saja “sangat mengganggu” bagi para editor yang membacanya.
Tentang kelemahan pada naskah salah satunya dapat ditinjau dari ketertiban penulis mengikuti format yang sudah dibakukan. Selain itu, juga terkait dengan cara memilih sumber rujukan yang relevan dan cara mengutipnya. Banyak sekali terjadi kutipan yang tidak konsisten dan kutipan yang sebenarnya tidak perlu dikutip. Belum lagi kutipan yang tidak tepat mencantumkan atribusi penciptanya.
Tentang kesalahan pada naskah maka yang terbanyak ditemukan adalah kesalahan berbahasa. Hal ini menjadi bukti lemahnya penguasaan bahasa para mahasiswa yang mungkin disebabkan pendidikan masa lalu pada jenjang yang lebih rendah (SD hingga SMA). Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran tidak sepenuhnya dipahami dan tidak digunakan secara efektif dalam bahasa tulis yang baik dan benar. Peranti seperti EYD V, KBBI, dan Tata Bahasa Baku Indonesia sering kali luput dioptimalkan.
Taat Asas pada Gaya Selingkung
Pada kegiatan di Fasilkom UI, saya menjelaskan tentang gaya penerbitan APA Style edisi ke-7. Masih banyak peserta yang belum memahami sepenuhnya penerapan gaya ini pada karya tulis. Jadi, masih terdapat kelemahan pada cara mengutip dan mendaftar sumber kutipan, terutama ketidakkonsistenan. Sejatinya, saat ini dengan bantuan aplikasi, apalagi berbasis AI, pengutipan sumber relatif lebih mudah dan terjaga.
Namun, penulis sendiri harus benar-benar memahami gaya penerbitan atau gaya selingkung yang diterapkan oleh sebuah penerbit atau lembaga. Konsistensi menggunakan gaya merupakan bagian dari penjaminan mutu karya tulis. Penulis tidak seharusnya mengandalkan para editor untuk menyunting konsistensi penggunaan gaya. Jika mereka sudah lebih dulu menyadarinya, editor akan sangat terbantu dan penerbitan pun akan lebih cepat diwujudkan.
Materi penerapan gaya selingkung di Fasilkom UI disampaikan oleh kolega saya, Fadly Suhendra, dari BRIN. Ia menyajikan materi bagaimana penggunaan gaya APA ke-7 secara praktis. BRIN sendiri diketahui menerapkan dua gaya, yaitu APA Style dan Chicago Manual of Style.
Membudayakan Swasunting
Swasunting patut dibudayakan, paling tidak diperkenalkan dulu kepada mahasiswa yang notabene harus menyiapkan karya tulis ilmiah. Apa yang dilakukan oleh Fasilkom UI sungguh menginspirasi sekaligus bagi Institut Penulis Pro Indonesia (Penprin) sendiri menjadi salah satu materi andalan. Karena itu, Institut Penprin kemudian menyelenggarakan lokakarya khusus swasunting karya tulis ilmiah ini secara hibrida tanggal 25 November 2023. Anda dapat mengeceknya di sini: Lokakarya Tangkas Swasunting KTI.
Swasunting akan membuat karya Anda semakin melenting karena Anda dapat membuat para editor atau penelaah tersenyum. Mereka memaklumi Anda penulis yang tertib, rapi, dan menyajikan naskah yang mudah dipahami–minim kesalahan atau bahkan minus kesalahan. Tidak salah jika swasunting dijadikan materi khusus dalam perkuliahan bahasa atau penulisan KTI. Dosen pun dengan demikian harus menguasai editologi, khususnya swasunting ini. Salam insaf!