Kekakuan dan Ketakutan Menulis Buku Teks SMK

Yogyakarta, PenulisPro.id | Lobi Hotel Kimaya Yogyakarta yang lumayan luas menyambut saya. Hotel berbintang empat ini tidak jauh dari bangunan Galeria Mal Matahari. Dulu hotel ini bernama Hotel Novotel. Mungkin sudah diambil alih beberapa waktu lalu.

Dari lobi saya langsung menuju ke restoran untuk makan siang. Di salah satu sudut restoran saya lihat Bu Ana, sudah ada. Beliau salah seorang anggota Komite Penilaian Buku Teks Pelajaran Pusat Perbukuan, dosen UPI yang sangat ramah dan energik. Bu Ana menyambut saya yang sama-sama datang dari Bandung.

Tiga puluh orang penulis buku teks SMK dari berbagai penerbit diundang mengikuti Lokakarya Penulisan Buku Teks Pendamping SMK di Yogyakarta. Kami anggota Komite hadir tak sampai setengahnya (dari 9 orang). Ada Prof. Zaki dan Prof. Oos ditambah saya dan Bu Ana. Narasumber lain yang diundang, yaitu Mas Zaim, Bu Felicia, Bu Christina Tulalesy, Mas Dono, dan Mas Abdi. Benar-benar full team yang kaya pengalaman dari berbagai latar belakang.

Acara dijadwalkan berlangsung selama empat hari. Hari I dan II dihabiskan untuk penyampaian materi. Saya mendapat tugas mengalirkan materi legalitas dan norma, anatomi buku, serta perjenjangan buku. Lalu, hari III para peserta mempresentasikan hasil satu bab yang telah dibuatnya.

Kekakuan dan Ketakutan

Hal pertama yang perlu disoroti dari hasil para peserta pelatihan ketika menulis adalah kekakuan. Hampir semua peserta berlatar belakang guru SMK sekaligus beberapanya adalah praktisi vokasi di bidangnya. Namun, saya menengarai kebanyakan penulis belum pernah menulis buku, apalagi buku teks SMK.

Hal-hal pokok tentang penulisan buku teks terkait pendidikan vokasi, belum dikuasai benar. Contohnya, bagaimana menurunkan CP (capaian pembelajaran) menjadi TP (tujuan pembelajaran) menggunakan kata kerja operasional.

Apa itu kata kerja operasional? Kata kerja operasional adalah kata kerja yang dapat menunjukkan perubahan tingkah laku secara terlihat dan terukur. Menggunakan Taksonomi Bloom (revisi), penulis dapat memilih aneka kata kerja operasional. Jika di-googling dengan kata kunci kata kerja operasional, Anda akan mendapatkan sebuah daftar panjang.

Contohnya, pengembangan CP Kuliner, elemen Pengolahan Makanan dan Minuman, menjadi TP pada Fase F.

Pada akhir fase F peserta didik mampu memahami isi resep standar dalam melaksanakan proses membuat hidangan Kontinental, Oriental dan Indonesia yang otentik berbahan dasar nabati dan hewani. Peserta didik mampu membuat makanan penutup (dessert), mengolah kue tradisional Indonesia, membuat produk pastry, dan bakery yang sesuai dengan kebutuhan dan standar industri.

CP 1: Peserta didik mampu memahami isi resep standar dalam melaksanakan proses membuat hidangan Kontinental, Oriental dan Indonesia yang otentik berbahan dasar nabati dan hewani.

TP 1: Pada akhir pembelajaran bab ini, diharapkan kamu mampu menjelaskan secara terperinci isi resep standar sehubungan proses membuat aneka hidangan (Kontinental, Oriental, dan Indonesia) yang autentik dengan bahan dasar nabati dan hewani.

CP 2: Peserta didik mampu membuat makanan penutup (dessert)

TP 2: Melalui pembelajaran di bab ini kamu akan dituntun  melaksanakan tahap demi tahap pembuatan makanan penutup (dessert) secara baik dan benar.

Penulis sebagai guru dan praktisi perlu membaca keseluruhan CP pada satu fase dan memahaminya. Lalu, ia menurunkan tujuan pembelajaran secara konkret dengan bahasanya sendiri—tidak harus mengikuti bahasa CP. Pada intinya, antara tujuan pembelajaran dan capaian (outcome) pembelajaran dapat selaras. Selanjutnya, penulis menyusun alur tujuan pembelajaran (ATP) yang dapat diikuti oleh siswa.

Ahli dalam melihat soal CP, TP, dan ATP ini adalah Bu Christina dan Bu Ana. Keduanya menjelaskan secara taktis dan praktis bagaimana “membaca” kurikulum dan menurunkannya.

Secara umum pembelajaran SMK menggunakan pendekatan prosedural meskipun hierarki pembelajaran tetap harus diperhatikan. Pendekatan prosedural menuntut penulis memperhatikan tahap demi tahap melakukan sesuatu secara baik dan benar. Perlu ditegaskan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Perlu disampaikan apa yang menyebabkan sesuatu gagal dibuat atau dilaksanakan sebagai muatan pengalaman empirik penulisnya yang dapat memperkaya pembelajaran.

Karena itu, jangan terlalu kaku menerjemahkan kurikulum (CP) dan jangan pula takut melahirkan kreativitas dalam penulisan. Sebagai contoh, salah seorang peserta dengan mengikuti CP menggunakan judul Perkembangan Teknologi Otomotif. Lalu, saya mencontohkan judul yang lebih ekspresif: Teknologi Otomotif: Dulu, Kini, dan Nanti.

Si penulis bertanya, “Apa boleh judul dibuat seperti itu, Pak?”

Saya: “Loh, ya boleh sepanjang tidak mengubah makna pokok pembelajaran yang disampaikan. Judul harus menarik pembaca sebagaimana prinsip penulisan.”

Kekakuan dan ketakutan menjadi contoh bagaimana kreativitas para penulis terhambat dan menghasilkan buku yang sama sekali tidak menarik dan cenderung tidak ada kelebihannya dibandingkan buku yang lain. Soal kekakuan ini pula yang diangkat Mas Zaim Uchrowi pada sesi sebelum penutupan bahwa para penulis harus berani mengungkapkan apa yang ada di pikiran mereka, bukan malah terjebak pada konteks kurikulum.

Keliru Memaknai Anatomi Buku

Anatomi buku teks memang khas. Salah satu kekhasan itu adanya arahan untuk mengawali buku dengan apersepsi. Dalam istilah bidang psikologi di dalam KBBI, apersepsi dimaknai sebagai “pengamatan secara sadar (penghayatan) tentang segala sesuatu dalam jiwanya (dirinya) sendiri yang menjadi dasar perbandingan serta landasan untuk menerima ide baru”.

Secara mudah apersepsi itu adalah menyajikan konteks keseharian yang akan dihubungkan dengan konteks atau materi pembelajaran. Para pemelajar (siswa) dibawa masuk ke dunia pembelajaran dari sesuatu yang ada di dunia mereka atau yang peristiwa yang pernah terjadi di dunia.

Apersepsi termasuk sebuah pemantik dalam pembelajaran. Ia dapat saja disajikan dalam satu paragraf dengan beberapa kalimat. Ia juga dapat pula disertai dengan gambar. Contoh berikut ini merupakan apersepsi tentang fenomena kecerdasan buatan (AI).

Sekira lima ratus penonton rela merogoh kocek $25 demi menyaksikan pertandingan catur bersejarah. Ini peristiwa lebih dari dua dekade yang lalu, tepatnya tanggal 11 Maret 1997. Apa yang mereka tonton merupakan pertandingan yang tidak biasa. Juara dunia catur, Garry Kasparov akan melawan Deep Blue Sea, komputer canggih buatan IBM. Kasparov membuat blunder, Deep Blue Sea mampu membalas kekalahannya Februari 1996 saat kali pertama mereka bertanding. Akhirnya, mesin mampu mengalahkan manusia, penyandang gelar juara dunia catur sejagat.

Menurutmu apa yang menyebabkan kekalahan Kasparov? Apakah ke depan mesin-mesin dengan kecerdasan buatan akan mampu mengalahkan manusia?

Perlu kreativitas menyajikan apersepsi meskipun mungkin hanya dalam satu paragraf ringkas. Saya selalu mencontohkan salah satu apersepsi paling menarik itu adalah pengisahan (story telling). Itu sebabnya para penulis perlu memiliki stok cerita tentang bidang yang akan diuraikan menjadi pembelajaran.

Prof. Zaki mencontohkan kisah tentang tabrakan beruntun yang sering terjadi, mengaitkannya dengan teknologi pengereman pada kendaraan bermotor. Cerita ini dapat dijadikan apersepsi perkembangan teknologi otomotif.

Saking kaku dan takutnya, para penulis menyajikan apersepsi yang seragam. Kaku karena menyebut subjudulnya dengan judul APERSEPSI. Takut bahwa nanti disangka bukunya tidak menggunakan apersepsi. Sayangnya, meskipun diberi judul Apersepsi, isinya justru bukan apersepsi. Isinya ada yang berupa pertanyaan menguji dan pertanyaan kurang berbobot.

Apakah di sekitarmu terdapat salon kecantikan? Ada berapa salon kecantikan di daerahmu? Dapatkah kamu menyebutkan ciri-ciri salon kecantikan?

Kalimat-kalimat pertanyaan itu jelas bukan apersepsi. Pertanyaan yang justru juga bakal sulit dijawab oleh siswa yang sama sekali belum mendapatkan materi pembelajaran terkait topik salon kecantikan. Pertanyaan kedua malah tidak logis mempertanyakan sesuatu kepada siswa seolah-olah siswa petugas sensus salon kecantikan.

Anatomi buku teks Kurikulum Merdeka yang juga sering kali “dibunyikan” adalah Proyek Profil Pelajar Pancasila. Itu dijadikan subjudul dan isinya pun seperti dicocok-cocokkan. Padahal, muatan P4 itu dapat disisipkan ke dalam aktivitas pembelajaran dan materi pembelajaran.

Transfer Pengetahuan Vs Pengetahuan Berbasis Kegiatan

Jamak juga muatan buku teks SMK secara umum merupakan transfer pengetahuan. Alhasil, buku dijejali dengan konsep dan teori tanpa mampu mengajak siswa berpikir dan bertindak. Buku teks Kurikulum Merdeka semestinya berbasis kegiatan sehingga materi pembelajaran dapat disampaikan melalui aneka kegiatan.

Kegiatan umum dalam pembelajaran, seperti membaca, menyimak, berbicara, menulis, berdiskusi, bekerja kelompok, mengamati, memirsa, menganalisis, mengevaluasi, membuat, dan banyak lagi. Di sinilah kreativitas diperlukan kembali ketika penulis dapat membayangkan apa yang dilakukan siswa di kelas atau di luar kelas dalam proses pembelajaran.

Isi buku seolah-olah transfer pengetahuan, seperti memindahkan isi regulasi ke dalam buku atau isi buku petunjuk service sepeda motor ke dalam buku teks. Bahkan, isi buku itu dengan mudah dapat ditemukan di mesin pencari internet. Lalu, untuk apa buku teks itu dijual dan disebarkan kalau isinya tidak memberi banyak pengetahuan praktis dan bernas bagi siswa?

Satu lagi yang perlu saya sampaikan soal asesmen di dalam buku teks. Penulis harus paham asesmen itu tidak selalu identik dengan soal-soal ujian. Asesmen di dalam buku ada dua, yaitu asesmen formatif dan asesmen sumatif. Asesmen formatif diberikan sepanjang pembelajaran dilakukan, boleh dalam bentuk pelatihan dan tugas yang bermuatan praktik. Adapun asesmen sumatif diberikan pada setiap akhir bab pembelajaran, tengah semester, dan akhir semester. Bentuknya dapat berupa aneka soal, seperti pilihan berganda dan esai.

Bahasa juga menjadi faktor penting dalam penyampaian materi. Soal bahasa ini disoroti juga oleh Bu Cis (Felicia) yang melihat para penulis masih kepayahan menyajikan bahasa secara baik dan benar. Peristilahan menjadi salah satu isu dalam buku teks SMK ketika istilah salah satu bidang sering kali belum tersedia dalam bahasa Indonesia atau di sisi lain tersedia, tetapi belum familiar benar. Bu Cis memberikan banyak materi praktis soal bahasa.

Prof. Oos menambahkan tentang penyajian materi secara kreatif dan kehati-hatian soal penjiplakan karya orang lain. Masukan dari penilai perlu diperhatikan dan didalami agar jangan sampai hasil revisi justru menimbulkan permasalahan baru.

Bukan Proyek Coba-Coba

Semboyan iklan sebuah produk minyak kayu putih pernah sangat terkenal: Buat anak kok coba-coba. Semboyan ini pas pula untuk buku teks SMK: Buat buku teks kok coba-coba. Tidak boleh sekadar coba-coba dan menganggap penulisan buku teks adalah sebuah kelaziman yang dapat langsung ditekuni.

Saya berpandangan banyak yang coba-coba menulis buku teks dengan kapasitas atau kompetensi seadanya. Entahlah mengapa hal ini dapat terjadi, padahal ada penerbit yang notabene memiliki editor untuk memeriksa. Fakta yang cukup terlihat banyaknya buku teks (kelas 1, 4, 7, 10) yang tidak lolos penilaian Pusbuk beberapa waktu yang lalu. Penulis dari kalangan generasi baru ternyata tidak lebih baik atau sama baik dengan penulis dari kalangan generasi terdahulu.

Pola pikir instan banyak menjangkiti penulis seperti banyaknya buku yang mengutip sumber-sumber internet. Hal ini terlacak dari daftar pustaka yang sebagian besar adalah sumber internet.

Banyak juga buku menggunakan digitasi sembarang, yaitu melampirkan tautan atau kode QR materi dari internet. Penulis terlalu bersemangat menyajikan tautan/pranala sumber sehingga lupa soal keterlaksanaan (fisibilitas): Apakah semua anak memiliki ponsel cerdas? Bagaimana kalau mereka belum punya, pembelajaran apa yang dapat menjadi alternatif.

Selain kapasitas, mungkin waktu sering kali menjadi biang kerok tidak bermutunya buku-buku yang disiapkan oleh penerbit. Idealnya sebuah buku teks disiapkan dalam satu tahun atau secepat-cepatnya enam bulan. Kecepatan penulisan buku teks juga memerlukan kapasitas/kompetensi yang mumpuni, tidak boleh coba-coba.

***

Lokakarya Penulisan Buku Teks Pendamping SMK yang kali pertama diselenggarakan oleh Pusat Perbukuan setidaknya memberikan banyak catatan tentang fenomena penulisan buku teks. Ada banyak hal yang harus ditingkatkan kepada para penulis buku teks. Saya sangat mewanti-wanti soal orisinalitas dalam berkarya dan antiplagiarisme.

Kekakuan dan ketakutan menulis buku teks harus dipupuskan dengan kreativitas tinggi para penulis dan berpikir di luar kotak atau bahkan, dalam kotak yang baru. Semoga artikel ini dapat memantik para penulis buku teks untuk menulis buku lebih baik lagi. Salam insaf!

 

 

 

 

 

Tinggalkan komentar

Chat dengan CS
Salam untuk pengunjung website PENPRIN,
Kalau ada yang ingin ditanyakan langsung, silahkan chat via WhatsApp