Sebenarnya sederhana saja pertanyaan ini: Apa perbedaan antara buku ajar, monografi, dan buku referensi? Apa yang ditanyakan ini khas muncul dari para dosen yang hendak memperoleh angka kredit karena buku ilmiah menawarkan angka kredit yang lumayan tinggi.
Ketidakjelasan perbedaan antara buku ajar, monografi, dan buku referensi sering menyebabkan disorientasi penulisan. Mungkin hanya terjadi di Indonesia, dosen menulis buku, tetapi tidak tahu jenis buku apa yang sedang ditulisnya.
Setiap kali saya menghadiri lokakarya/pelatihan penulisan buku ilmiah perguruan tinggi sebagai narasumber, selalu saja ada peserta yang bertanya seperti ini.
"Pak, saya bingung buku saya ini monografi apa buku referensi?" "Kenapa bingung, Bu?" "Saya mengajukan ini sebagai buku referensi, eh dibilang penilai ini monografi."
Kebingungan seperti itu memang terus melanda karena pedoman yang dijadikan acuan, yakni “Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit Kenaikan Jabatan Akademik/Pangkat Dosen 2019″ (POPAK 2019) tidak menjelaskan secara mendetail perbedaan kedua buku tersebut. Artinya, dosen sudah dianggap paham tak perlu dijelaskan lagi.
Sebelum Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) bergabung kembali dengan Kemendikbud, Kemenristek Dikti menerbitkan Pedoman Publikasi Ilmiah 2019 (PPI 2019). Pedoman yang disusun oleh Direktorat Kekayaan Intelektual ini ebih lengkap daripada POPAK 2019. Namun, beberapa yang dimuat di PPI 2019 tidak sinkron dengan POPAK 2019 yang disusun kemudian.
Sebagaimana tercantum di POPAK 2019, bobot angka kreditnya buku yang paling tinggi adalah buku referensi sebanyak 40. Bobot paling tinggi kedua, yaitu buku ajar dan monografi, masing-masing pada angka 20. Karena itu, wajar jika di kalangan dosen, ketiga jenis buku ini yang paling populer sekaligus membingungkan.
Lokakarya atau pelatihan tentang ketiga jenis buku ini sering dilaksanakan di kampus-kampus. Namun, tetap saja kebingungan para dosen tidak serta merta sirna. Narasumber yang diminta memberi materi tentang buku ilmiah/akademis di perguruan tinggi tidak cukup menguasai perihal perbedaan tersebut. Pengelola penerbit universitas (university press) juga tidak paham apa perbedaan ketiga jenis buku itu.
Jenis buku sebenarnya berkembang sesuai dengan kebutuhan penggunaannya. Pembeda pokok di antara buku-buku itu adalah pembaca sasaran, fungsi, muatan materi, dan cara penyajian. Di dalam konteks akademis maka buku ilmiah dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran, bahan publikasi/diseminasi hasil penelitian, dan bahan panduan/pedoman yang disampaikan secara tertulis.
Standar dan Kaidah Penerbitan Buku
Masih sangat baru, Mendikbudristek mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 22 Tahun 2022 tentang Standar Mutu Buku, Standar Proses dan Kaidah Pemerolehan Naskah, serta Standar Proses dan Kaidah Penerbitan Buku. Regulasi ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan.
Permendikbudristek Nomor 22/2022 menguraikan secara mendetail perihal penulisan buku yang masuk ke dalam kelompok pemerolehan naskah walaupun tidak menjelaskan jenis-jenis buku secara terperinci. Buku berdasarkan UU Nomor 3/2017 terbagi atas buku pendidikan dan buku umum. Buku pendidikan terbagi atas buku teks dan buku nonteks.
Secara khusus terdapat bagian tentang buku ajar/buku teks pada pendidikan tinggi di PP Nomor 75/2019.
Bagian Keenam
Buku Pendidikan pada Pendidikan TinggiPasal 54
(1) Buku teks pada pendidikan tinggi merupakan Buku ajar yang mengacu pada silabus pembelajaran setiap mata kuliah di perguruan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(21 Buku teks pada pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh dosen dan/atau pakar sesuai dengan bidang keilmuannya secara perseorangan atau berkelompok.
(3) Penyusunan Buku teks pada pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan prinsip otonomi keilmuan.
(4) Buku nonteks pada pendidikan tinggi merupakan Buku pengayaan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(5) Buku nonteks pada pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disusun oleh dosen dan/atau masyarakat.
Standar dan kaidah penulisan buku dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu standar mutu, standar proses, dan kaidah pemerolehan naskah.
Standar mutu buku, terdiri atas
- standar materi;
- standar penyajian;
- standar desain; dan
- standar grafika.
Pada artikel ini saya tidak ingin membahas lebih jauh m soal standar mutu, standar proses, dan kaidah pemerolehan naskah, tetapi tetap berfokus apa yang menjadi pembeda antara buku ajar, monografi, dan buku referensi. Namun, jika ditanya dasar secara keilmuan dan peraturan perundang-undangan, Anda dapat menggunakan regulasi terbaru tersebut.
Inilah Buku Ajar/Buku Teks
Ciri kental buku ajar/buku teks yang harus dipahami ialah fungsinya sebagai bahan pembelajaran. Karena itu, buku ajar selalu disusun berbasis kurikulum/silabus atau di perguruan tinggi disebut RPS (rancangan pembelajaran semester)—lihat Pasal 54 Permendikbudristek No. 22/2022.
Jadi, isi buku ajar merupakan konversi dari RPS yang dibagi ke dalam unit-unit pembelajaran atau bab buku.
Jika ada yang bertanya seperti ini: "Pak, apakah buku saya ini buku ajar?" Saya pun akan balik bertanya: "Apakah buku ini disusun berbasis RPS?"
Mari menyelisik penjelasan tentang buku ajar versi Dikti dari pedoman sebelumnya.
Berikut ini penjelasan tentang buku ajar versi PPI 2019, Dikti.
Buku ajar atau buku teks (textbook) merupakan manual untuk pengajaran dalam suatu cabang ilmu sebagai pegangan untuk suatu mata kuliah dan sarana pengantar ilmu pengetahuan. Buku ajar dibuat dengan bahasa yang mudah dimenge[r]ti oleh mahasiswa dengan banyak ilustrasi untuk memperjelas konsep, biasanya tersedia soal latihan dan penugasan. Umumnya buku ajar berwujud cetakan, tetapi sekarang ini semakin banyak yang berupa e-book dalam format PDF, sistem tutor daring, dan bahkan kuliah lewat video. Buku ajar ditulis dan disusun oleh pakar di bidangnya dan memenuhi kaidah buku teks serta diterbitkan secara resmi dan disebarluaskan (Lukman dkk. 2019, 71).
Berikut ini penjelasan tentang buku ajar versi POPAK 2019, Dikti.
Buku ajar adalah buku pegangan untuk suatu mata kuliah yang ditulis dan disusun oleh pakar di bidangnya dan memenuhi kaidah buku teks serta diterbitkan secara resmi dan disebarluaskan. Buku ajar yang telah mendapatkan sertifikat karya cipta dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kemenkumham maka karya tersebut hanya dapat diajukan salah satu sebagai bukti melaksanakan pendidikan atau melaksanakan penelitian.
Dua penjelasan tersebut sebenarnya mirip. Keduanya menekankan buku ajar harus ditulis sesuai dengan kaidah buku ajar. Apa itu kaidah buku ajar? Itulah yang tidak dijelaskan di dalam kedua pedoman tersebut. Untuk itu, para dosen memang perlu dilatih secara spesifik bagaimana menulis buku ajar/buku teks perguruan tinggi dan sebaiknya menguasai bagaimana penulisan buku jenis ini.
Jadi, simpulan ciri buku ajar/buku teks dapat Anda kenali segera melalui poin-poin berikut ini.
- Buku ajar ditujukan untuk pembaca sasaran yang sangat jelas, yaitu mahasiswa dan dosen pengampu mata kuliah.
- Buku ajar harus disusun oleh dosen/pakar yang memiliki latar belakang keilmuan linear dengan bidang ilmu yang dibahas di dalam buku.
- Buku ajar diterbitkan oleh penerbit buku resmi (berbadan usaha/hukum, anggota Ikapi, anggota ISBN internasional, dan berpengalaman menerbitkan buku ilmiah).
- Materi buku ajar merupakan representasi RPS yang berorientasi pada capaian pembelajaran mata kuliah.
- Judul buku ajar umumnya identik dengan nama mata kuliah atau mengandung kata kunci nama mata kuliah.
- Unit pembelajaran atau bab buku ajar mengandung komponen yang khas, yaitu materi esensial, materi pengayaan, aktivitas pembelajaran, asesmen formatif/sumatif (latihan, tugas, dan soal evaluasi), dan rangkuman.
- Buku ajar disusun sekurang-kurangnya untuk setengah semester dan idealnya untuk satu semester pembelajaran.
- Bobot materi buku ajar antarbab atau antarunit pembelajaran dirancang relatif sama dari segi kedalaman materi (sesuai dengan level kognitif) dan ketebalan halaman.
- Buku mempertimbangkan penyajian berdasarkan level kognitif yang dapat menggunakan Taksonomi Bloom (revisi).
- Prakata memuat bahwa jenis buku adalah buku ajar yang digunakan sebagai bahan pembelajaran mata kuliah untuk mahasiswa (sebutkan tingkat/semester).
- Buku ajar di suatu perguruan tinggi dapat sangat khas memuat materi pembelajaran yang mungkin berbeda dengan buku ajar di perguruan tinggi lain dalam mata kuliah yang sama.
Inilah Monografi
Monografi—sering dieja secara tidak baku menjadi monograf—merupakan salah satu jenis buku ilmiah. Definisi monografi yang kini banyak bertebaran tampaknya mengutip Jacob, seorang leksikografer yang menyusun A Pocket Dictionary of Publishing Term, diterbitkan tahun 1976.
Jacob menjelaskan bahwa monografi merupakan sebutan lain buku yang digunakan untuk membedakan dengan terbitan berkala (majalah, buletin, dsb.). Monografi berisi satu topik atau sejumlah topik yang saling berhubungan (dalam satu subjek) dan biasanya ditulis oleh satu orang. Tambahan lagi, monografi merupakan terbitan tunggal dalam satu jilid yang tidak berkelanjutan.
Jadi, sebenarnya monografi awalnya menjadi sebutan untuk buku di kalangan masyarakat ilmiah demi membedakannya dengan terbitan berkala, seperti koran, majalah, dan jurnal. Berdasarkan asal-usul kata, monograph berasal dari bahasa Yunani. Kata mono berarti tunggal atau satu dan grapho berarti menulis. Monograph berarti menulis dalam satu subjek atau satu topik, dan “biasanya” ditulis oleh satu orang.
Berikut ini penjelasan monografi versi PPI 2019, Dikti.
Monograf adalah suatu tulisan ilmiah dalam bentuk buku yang substansi pembahasannya hanya pada 1 topik dalam satu bidang ilmu. Monograf merupakan tulisan tentang 1 subjek, biasanya oleh penulis tunggal dan dibedakan dari jurnal yang terbit secara berkala. Monographic series diterbitkan berseri, biasanya oleh himpunan profesi dari kegiatan seminar (seperti prosiding). Isi tulisan harus memenuhi syarat-syarat sebuah karya ilmiah yang utuh, yaitu ada rumusan masalah yang mengandung nilai kebaruan (novelty), metode pemecahan masalah, dukungan data atau teori mutakhir yang lengkap dan jelas, serta ada kesimpulan dan daftar pustaka (Direktorat Pengelolaan Kekayaan Intelektual 2019, 73).
Berikut ini penjelasan monografi versi POPAK 2019, Dikti.
Monograf adalah suatu tulisan ilmiah dalam bentuk buku (berISSN/ISBN) yang substansi pembahasannya hanya pada satu topik/hal dalam suatu bidang ilmu kompetensi penulis. Isi tulisan harus memenuhi syarat-syarat sebuah karya ilmiah yang utuh, yaitu adanya rumusan masalah yang mengandung nilai kebaruan (novelty/ies), metodologi pemecahan masalah, dukungan data atau teori mutakhir yang lengkap dan jelas, serta ada kesimpulan dan daftar pustaka yang menunjukkan rekam jejak kompetensi penulis.
Dua penjelasan dari Dikti itu mirip. Ia mengandung kata kunci satu topik yang terkait dengan latar belakang keilmuan penulis. Materi monografi harus memenuhi syarat-syarat sebuah karya ilmiah yang utuh seperti terdapat pada karya kesarjanaan (skripsi, tesis, disertasi) atau karya hasil penelitian secara umum.
Bagaimana? Apakah Anda sudah cukup clear dengan ciri monografi?
Sebagaimana buku maka monografi dibagi atas bab.Anda dapat menyusun bab monografi layaknya KTI biasa, seperti ini:
- Bab 1 Pendahuluan
- Bab 2 Kajian Literatur
- Bab 3 Metode Penelitian
- Bab 4 Hasil dan Pembahasan
- Bab 5 Simpulan
Namun, model ini masih setali tiga uang dengan KTI nonbuku seperti skripsi/tesis/disertasi. Anda dapat merancang model yang lebih bebas. Perhatikan contoh daftar isi monografi karya Andrii Kutsyk berjudul Social Networks and Messengers in Public and Personal Dimensions yang tidak terlau identik dengan sistematika makalah/artikel ilmiah.(Kutsyk, 2021).
Apakah boleh menulis monografi seperti itu? Ya, tentu boleh. Hanya ada ciri yang terlihat, seperti ada prakata, ucapan terima kasih, introduksi (sering juga disajikan sebagai Abstrak), bab, simpulan, referensi, dan lampiran.
Dengan demikian, simpulan ciri monografi sebagai berikut.
- Monografi ditujukan untuk pembaca sasaran dari kalangan akademisi dan peneliti serta umumnya mahasiswa S-2 dan S-3. Namun, bukan berarti monografi tidak dapat dibaca oleh mahasiswa S-1 atau praktisi. Hanya pembahasan yang spesifik dan mendalam serta menggunakan ragam istilah keilmuan menyebabkan monografi sulit dibaca oleh pembaca dengan keterbatasan pengetahuan karena belum mencapai level yang mumpuni di bidang kelimuan tersebut.
- Monografi harus disusun oleh dosen/pakar yang memiliki latar belakang keilmuan linear dengan bidang ilmu yang dibahas di dalam monografi. Melalui penulisan monografi, penulis mengukuhkan kepakarannya agar diakui oleh sejawat, lembaga, dan kalangan akademis/peneliti secara umum.
- Monografi sebaiknya ditulis oleh penulis tunggal meskipun tidak ada ketentuan di Dikti bahwa tidak diperbolehkan menulis secara kolaboratif.
- Monografi diterbitkan oleh penerbit buku resmi (berbadan usaha/hukum, anggota Ikapi, anggota ISBN internasional, dan berpengalaman menerbitkan buku ilmiah) atau monografi dapat juga diterbitkan oleh penerbit jurnal ilmiah.
- Monografi mengangkat satu topik permasalahan yang khas, biasanya sangat ceruk (niche) dalam satu bidang keilmuan yang menjadi kepakaran penulis. Karena itu, mutlak monografi ditulis berdasarkan hasil penelitian penulis dengan mempertimbangkan kebaruan penelitian (novelty). Hal ini akan menjadi fokus awal penilaian monografi.
- Monografi sejatinya dapat dikonversi dari laporan hasil penelitian dan artikel/makalah ilmiah yang telah dipublikasikan, termasuk juga tesis/disertasi. Namun, konversi dari karya kesarjanaan tidak diterima dalam penilaian Dikti.
- Monografi harus mengandung bagian awal, yaitu prakata serta introduksi/abstrak yang bukan termasuk bab. Di dalam prakata disebutkan bahwa jenis buku adalah monografi berdasarkan hasil penelitian (sebutkan penelitiannya). Jika monografi dikonversi dari artikel/makalah yang sudah dipublikasikan sebelumnya, sebutkan di dalam prakata.
- Bagian isi monografi dibagi atas bab, subbab, dan sub-subbab. Bab terdiri atas latar belakang permasalahan dan rumusan permasalahan; tinjauan/kajian literatur; metode penelitian dan pemecahan masalah; hasil dan pembahasan. Penjudulan bab tidak harus kaku. Bobot tiap bab tidak harus sama.
- Bagian akhir terdiri atas simpulan (kedudukannya seperti abstrak, bukan termasuk bab), lampiran (opsional), glosarium, daftar rujukan/referensi (bukan daftar pustaka), dan indeks.
- Daftar rujukan/referensi berbeda dengan daftar pustaka meskipun Dikti menggunakan istilah daftar pustaka untuk monografi. Selayaknya, monografi menggunakan daftar rujukan/referensi, yakni semua sumber yang ada di dalam daftar wajib dirujuk di dalam teks. Di dalam daftar rujukan/referensi harus ada karya penulis sendiri yang digunakan sebagai sumber dan dikutip di dalam teks (disitasi) sebagai pemenuhan daftar pustaka yang menunjukkan rekam jejak kompetensi penulis. Karya sendiri yang dikutip harus relevan dan jumlahnya tidak lebih dari 30% keseluruhan sumber.
Inilah Buku Referensi
Buku referensi dalam terminologi Dikti tidak sesuai dengan buku referensi dalam terminologi ilmu penerbitan. Mungkin karena buku ini dianggap sebagai rujukan, istilah ‘buku referensi’ digunakan di dalam POPAK 2019 yang tidak sinkron dengan PPI 2019.
Berikut ini penjelasan buku referensi menurut PPI 2019.
Buku referensi merupakan buku yang memuat suatu kompendium (himpunan) informasi, biasanya spesifik, yang dikumpulkan dalam bentuk buku (fisik atau elektronik) untuk kemudahan referensi (acuan). Orang tidak perlu membaca dari awal sampai akhir untuk mendapatkan informasi yang dicari. Gaya penulisan umumnya seperti indeks atau daftar dan edisinya dapat dimutakhirkan, umumnya tahunan. Buku referensi di perpustakaan biasanya tersimpan di bagian Reference Book dan tidak diperbolehkan dipinjam (kecuali untuk difotokopi) (Lukman dkk. 2019, 71).
Buku referensi versi PPI 2019 merujuk pada buku, seperti kamus, tesaurus, ensiklopedia, atlas, farmakope, dan katalog. Di sisi lain, POPAK 2019 tidak menyebutkan jenis buku ini.
Penjelasan buku referensi menurut POPAK 2019 sebagai berikut.
Buku referensi adalah suatu tulisan dalam bentuk buku (ber-ISBN) yang substansi pembahasannya pada satu bidang ilmu kompetensi penulis. Isi tulisan harus memenuhi syarat-syarat sebuah karya ilmiah yang utuh, yaitu adanya rumusan masalah yang mengandung nilai ke baruan (novelty/ies), metodologi pemecahan masalah, dukungan data atau teori mutakhir yang lengkap dan jelas, serta ada kesimpulan dan daftar pustaka yang menunjukkan rekam jejak kompetensi penulis.
Ini yang sering menjadi kebingungan karena penjelasan buku referensi hampir tidak ada bedanya dengan monografi. Penyusun POPAK 2019 pada penjelasan monografi hanya menambahkan … yang substansi pembahasannya hanya pada satu topik/hal dalam suatu bidang ilmu kompetensi penulis.
BRIN (Penerbit BRIN) mengenal buku referensi sebagaimana penjelasan PPI 2019. Namun, BRIN mengenal satu jenis buku ilmiah lagi yang disebut buku ilmiah populer. Bahkan, biografi/autobiografi/memoar dimasukkan BRIN dalam kategori buku ilmiah populer. Akan tetapi, Dikti tidak menggunakan istilah buku ilmiah populer. Maka dari itu, saya menyamakan buku referensi versi Dikti itu sama dengan buku ilmiah populer versi BRIN.
Dengan demikian, simpulan ciri buku referensi yang membedakannya dengan monografi sebagai berikut.
- Buku referensi ditujukan untuk pembaca yang luas, yaitu akademisi, peneliti, praktisi, dan pembaca umum. Maka dari itu, pendekatan ilmiah populer digunakan sehingga buku dapat mudah dipahami oleh pembaca yang beragam.
- Buku referensi mengangkat satu topik permasalahan berbasis hasil penelitian, pengembangan, dan pemikiran penulis dengan mempertimbangkan kebaruan (novelty). Topik yang diangkat tidak harus topik ceruk (sangat spesifik) dalam satu bidang keilmuan, tetapi dapat merupakan topik yang lebih umum. Dengan topik yang lebih umum maka pembahasan di dalam buku referensi selain menggunakan latar belakang keilmuan penulisnya secara dominan, juga dapat menggunakan pembahasan dari sudut pandang keilmuan yang lain. Karena itu, buku referensi umumnya lebih kaya daripada monografi sehingga angka kreditnya juga lebih besar, yaitu 40.
- Secara fisik, ketebalan buku referensi di atas rata-rata ketebalan monografi karena adanya pembahasan yang lebih mendalam, meluas, dan memperkaya. Namun, tidak ada pembatasan khusus soal jumlah halaman.
- Buku referensi dapat ditulis oleh penulis tunggal atau beberapa orang penulis dengan latar belakang konsentrasi keilmuan yang mungkin berbeda. Jika berkelompok, penulis pertama berkedudukan sebagai penulis utama dan penulis kedua sebagai penulis pendamping.
- Buku referensi diterbitkan oleh penerbit buku resmi (berbadan usaha/hukum, anggota Ikapi, anggota ISBN internasional, dan berpengalaman menerbitkan buku ilmiah).
- Buku referensi sejatinya dapat dikonversi dari laporan hasil penelitian, termasuk juga skripsi/tesis/disertasi. Namun, konversi dari karya kesarjanaan tidak dapat dinilai oleh Dikti. Usahakan memulai penelitian baru untuk memenuhi syarat buku referensi dari Dikti.
- Buku referensi mengandung bagian-bagian (anatomi buku) yang lengkap. Bagian isi/materi terdiri atas bab, subbab, dan sub-subbab. Bobot tidap bab tidak harus sama. Materi di dalam buku referensi tidak boleh mengandung asesmen seperti halnya buku ajar/buku teks. Bagian akhir usahakan menyajikan glosarium, daftar pustaka, dan indeks.
- Buku referensi dapat diberi kata pengantar oleh orang lain yang bukan penulis. Prakata ditulis oleh penulis sendiri. Di dalam prakata harus terdapat penyebutan buku referensi yang disusun berdasarkan hasil penelitian/pengembangan/pemikiran penulis.
- Daftar rujukan/referensi berbeda dengan daftar pustaka meskipun Dikti menggunakan istilah daftar pustaka. Buku referensi menggunakan istilah daftar pustaka—apa yang ada di dalam daftar tidak harus dikutip di dalam teks. Di dalam daftar pustaka harus ada karya penulis sendiri yang digunakan sebagai sumber dan dikutip di dalam teks (disitasi) sebagai pemenuhan daftar pustaka yang menunjukkan rekam jejak kompetensi penulis. Karya sendiri yang dikutip harus relevan dan jumlahnya tidak lebih dari 30% keseluruhan sumber.
Simpulan Umum
Ketika ada yang bingung apakah buku yang ditulisnya merupakan buku ajar/buku teks, monografi, atau referensi, semestinya kebingungan ini jangan terjadi setelah buku itu ditulis. Sebelum menulis buku, penulis harus tahu buku apa yang dia tulis sehingga ia dapat mendesain dan menyusun strategi penulisan secara tepat.
Sekali lagi, Anda dapat mempertimbangkan ciri pada Tabel 1 berikut agar mudah membedakan antara buku ajar/buku teks, monografi, dan buku referensi. Ciri kental monografi dan buku referensi adalah muatan utamanya sebagai hasil penelitian. Walaupun begitu, buku ajar juga dapat mengandung hasil penelitian penulis sebagai konsep, teori, studi kasus, dan sebagainya yang menjadi penguat orinalitas karya dan kebaruan. Hal ini tidak perlu menjadi kebingungan.
Tabel 1 Perbedaan Jenis Buku Ilmiah Berdasarkan Fungsi dan Muatan Utama (Trimansyah, 2022)
Jenis Buku | Fungsi |
Muatan Utama |
Buku Ajar/Buku Teks |
|
|
Monografi |
|
hasil penelitian lanjutan atau penelitian baru untuk memecahkan satu topik permasalahan dalam satu bidang keilmuan |
Buku Referensi |
|
hasil penelitian, pengembangan, dan pemikiran baru dari penulis untuk memecahkan suatu topik permasalahan |
Pak, buku ajar itu hasil penelitian bukan?
Buku ajar sebagai bahan pembelajaran dapat mengandung materi dasar dan materi lanjutan. Tentu saja di dalamnya sangat mungkin terdapat hasil penelitian, baik penelitian penulis sendiri maupun penelitian orang lain. Tapi, isi buku ajar secara utuh bukan hasil penelitian. Hasil penelitian itu tersebar di beberapa unit pembelajaran/bab sebagai materi pembelajaran (materi esensial atau materi pengayaan).
Itu jawaban dari saya agar tidak bertumpang tindih soal hasil penelitian di dalam buku ilmiah. Tentu yang namanya buku ilmiah disusun dari hasil penelitian ilmiah. Jangan ada yang mengatakan buku teks/buku ajar itu tidak ilmiah karena bukan merupakan hasil penelitian. Penyusunan RPS dan penggunaan sumber untuk penyusunan buku ajar itu sudah merupakan kerja ilmiah berdasarkan penelitian.
Semoga artikel semipanjang ini memahamkan para dosen/akademisi tentang hakikat perbedaan buku ajar, monografi, dan buku referensi. Cukup satu menit untuk memahaminya.
Salam insaf!
Penulis adalah praktisi/akademisi di bidang penerbitan. Ia telah menulis 300+ buku dan menyunting ribuan buku berbagai jenis. Penulis juga terlibat dalam penyusunan regulasi perbukuan mulai UU hingga peraturan menteri. Kini penulis menjadi Anggota Komite Penilaian Buku Teks Pelajaran di Pusat Perbukuan, Kemendikbudristek.
Anda dapat menguduh versi PDF tulisan ini di sini: Satu Menit Buku Ilmiah