Penpro.id | Sejak awal saya sudah membangun ketertarikan untuk menulis narasi sejarah. Bermula ketika tahun 2000-an saya diminta menuliskan memoar seorang dokter militer. Lalu, saya pun mulai menulis beberapa buku terkait sejarah hidup seorang tokoh dan sejarah korporasi.
Pengalaman penulisan pernah membawa saya ke Bontang, sebuah kota di antara hutan Kalimantan Timur. Di sanalah letak kilang gas yang pernah menjadi terbesar di dunia yakni Badak NGL. Saya menyusun narasi sejarah perusahaan itu tahun 2013, lalu berlanjut menyusun narasi sejarah Kota Bontang.
Saat ini saya sedang mengerjakan dua proyek penulisan buku sejarah dengan sukacita. Pertama proyek buku dari DJPPR Kemenkeu untuk menulis lesson learned dari peristiwa awal pandemi COVID-19 tahun 2020 lalu. Kedua, proyek dari FTMD ITB. Saya diminta menuliskan buku sejarah Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB yang telah melampaui masa 80 tahun dan satu buku lagi tentang pemikiran mutakhir para perintis, akademisi, dan alumni dari FTMD ITB.
Nah, ketertarikan itu semakin menguat ketika kini saya menjalani studi S-2 di Prodi Komunikasi Korporat, Universitas Paramadina. Saya coba mengajukan tesis ilmu komunikasi tentang analisis naratif dari sebuah buku sejarah korporasi. Pilihan objek penelitian saya jatuh pada buku On Becoming a Pride of Nation yang ditulis Yakub Liman. Buku ini tentang praktik manajemen PT Astra Internasional sehingga menjadi perusahaan multinasional yang andal.
Kajian narasi terhadap buku sejarah korporasi ini tidak dapat melepaskan diri dari narasi yang terbangun pada sosok Oom Willem alias William Soeryadjaya sebagai pendiri Astra Internasional. Karena itu, saya perlu membaca beberapa biografi tentang Oom Willem ini dan dinamika yang terjadi ketika kepemilikan Astra beralih darinya disebabkan oleh kasus Bank Summa—sebuah kasus yang menghebohkan Indonesia awal 1990-an.
Namun, publik tetap menaruh hormat pada sosok William Soeryadjaya hingga akhir hayatnya. Biogafi bertajuk A Man of Honor menjadi salah satu rujukan saya.
***
Satu hal yang saya upayakan adalah menemukan biografi William Soeryadjaya versi Ramadhan K.H. yang diterbitkan tahun 2000. Namun, jejak biografi ini seperti tersaput debu masa lalu karena penerbitannya juga dilatarbelakangi polemik—sebagaimana pernah diungkap di rubrik Iqra oleh Tempo.
Insyaallah jika rencana tesis disetujui dan tidak ada aral, sebuah bakal buku pun sudah saya siapkan hasil konversi tesis itu bertajuk Tentang Narasi Buku Sejarah Korporasi: Analisis Naratif Praktik Manajeman Korporasi sebagai Lesson Learned.
Kajian atau penelitian ilmu komunikasi terhadap buku sebagai media memang terasa kurang. Faktanya berdasarkan pengalaman saya menelusurinya memang sulit ditemukan—untuk tidak mengatakan tidak ada. Saya bersyukur dapat membaca buku karya Alex Sobur tentang komunikasi naratif serta Kuntowijoyo tentang metodologi sejarah dan penjelasan sejarah. Kedua buku ini sangat membantu saya menjelaskan esensi dari membukukan sejarah korporasi.
Sebagai pemanasan, saya sedang menyiapkan penelitian berupa kajian naratif berdasarkan buku Rantai Tak Putus karya Dee Lestari. Menarik untuk meninjau bagaimana Dee melakukan “shifting” dari karya fiksi yang dominan ditulisnya ke nonfiksi—yang juga berasa fiksi. Kajian ini akan saya publikasikan sebagai artikel ilmiah di jurnal ilmiah.[]